Wednesday 23 September 2009

Cinta dan Rasulullah...

Duduk sebentar menekan kekunci komputer riba, membuatkan penulis terkenang sebentar perjuangan cinta si penulis. Cinta selalu dikaitkan dengan perasaan emosi yang terjalin atas keinginan yang mendesak jauh dari lubuk hati. Cinta boleh jadi penggalak, boleh juga jadi perosak. Cinta itu umpama bunga, cinta itu buta. Akibatnya, manusia mudah menurut kehendak nafsu, di tahap mana pun nafsu itu, sama ada lawwamah, muthmainnah, atau amarah, jika tidak dipandu dengan hati yang sihat. Hati yang mengenal hakikat sebenar cinta, hati yang mengenal betapa suburnya cinta dibajai dengan butir-butir rasa kehambaan.

Bahkan itu adalah senario normal untuk melihat berapa ramai jiwa-jiwa ternoda angkara hasutan nafsu, bersumberkan cinta tak mempunyai pemandu, hari ini. Berapa ramai anak muda yang terjerat dengan tipu daya dunia, lantaran tidak mengenal apa itu erti cinta yang sebenar. Kerana cinta itu, begitu banyak penafsirannya boleh kebanyakan orang. Tiada yang salah tentang penafsiran itu, tiada juga yang betul. Kerana sukar untuk menginterpretasi sesuatu yang bersifat abstrak, subjektif, maka interpretasi yang dibuat dilihat melalui sejauh mana sempurnanya penilaian ke atas cinta. Kerana cinta itu sentiasa berkembang, umpama air yang mengalir, memenuhi segenap ruang yang diliputi… Penulis cuba membawa diri kepada kesimpulan yang lebih mudah untuk menyatakan tentang hakikat cinta, dan kemanisan untuk mengenal cinta itu. Cinta itu adalah fitrah untuk setiap insan. Jadi manusia tidak jatuh cinta kepada sesiapa atau apa-apa pun, tidak juga keluar dari mana-mana kepompong cinta. Tapi manusia tumbuh dan besar di dalam lingkaran cinta.

Bagaimanapun, ada sesuatu yang membuatkan kita semua sepakat tentang cinta, termasuklah penulis. Bahawa cinta itu akan mengubah dunia kita menjadi lebih baik. Cinta mengajar kita menikmati setiap saat yang dilalui, walaupun dunia itu penat dan penuh dengan noda. Cinta mengajar kita untuk berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan. Suatu contoh yang amat baik untuk kita telusi, indahnya Taj Mahal terbina atas pasak cinta Shah Jahan terhadap permaisuri hatinya. Di setiap jengkal marmar yang terbina terpahat nama kekasih sang raja, terbangun kerana cinta. Kerana itu mungkin juga, boleh jadi kebarangkaliannya, bahawa setiap kisah besar dunia, jatuh mundur sebuah tamadun, semuanya didasari oleh CINTA.

Kerana itu, adalah penting untuk manusia menyedari tujuan cinta itu adalah kerana apa. Seringkali para sasterawan Arab suatu ketika Jahiliyyah menelan zaman kemanusiaan, menyelitkan unsur-unsur cinta dalam bait-bait syairnya. Karya-karya yang diangkat untuk digantung di dinding kaabah, semestinya didahului dengan unsur cinta sebagai muqaddimah syair. Bahkan kita sendiri mengetahui pengaruh cinta terhadap kehidupan. Hanya apabila kita dasarkan cinta itu kepada yang SATU, maka kita beroleh kebahagiaan sepanjang hayat. Dia yang Maha Kekal, tidak kekar dimamah usia, tidak terusik ditelan senja dunia.

Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang meragut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik.
Dan Islam tidak saja mengagungkan cinta tapi memberikan contoh konkrit dalam kehidupan. melalui kehidupan manusia mulia, Rasulullah tercinta. Kisah ini penulis ambil dari link seorang sahabat. Buat tatapan mereka yang mengasihi insan mithali sepanjang zaman. Sayu sebentar…

“Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,burung- burung gurun enggan mengepakkan sayap.. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan petua. "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barangsiapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan pantas menangkap Rasulullah yang lemah saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau mampu. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membukakan mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayah, seperti ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang."Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut dating menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah."Pintu- pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan."Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi."Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengeluh, karana sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat rasa maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. " Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telingan ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. Ummatii, ummatii, ummatiii" Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya?”.

Persoalannya, mampukah kita membalas cinta Nabi yang mencintai kita umatnya, sepenuh jiwa dan raga? Apakah dengan hanya menyambut Maulidur Rasul, atau mendendangkan selawat di majlis-majlis keramaian, sudah cukup untuk membuktikan cinta kita juga sebanding dengan cinta Rasul terhadap kita? Adakah itu cukup, sedangkan kita nafikan segala ajaran Nabi, dengan menyangkal hikmah I sebalik sunnahnya? Allah sudah menggariskan dengan jelas di dalam firmanNYA:
“Katakanlah (wahai Muhammad), jika benar kamu mengasihi ALLAH, maka ikutilah daku, nescaya ALLAH mengasihi kamu, serta mengampunkan dosa-dosa kamu.” Surah ali-Imraan:31

No comments:

Post a Comment